Kamis, 06 November 2014

Berwisata di Penangkaran Ikan; Danau Tuadale



Berwisata di Penangkaran Ikan; Danau Tuadale
 Danau Tuadale. Danau yang terletak di dusun 23 desa Lifuleo, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang. Danau yang berjarak ± 27 km dari pusat Kota Kupang ini memilki akses yang tergolong cukup baik. Dan dapat ditempuh paling lama sekitar 1 jam dengan berkendara santai. Namun masalahnya, tidak tersedia kendaraan umum untuk mencapai danau ini. Sehingga, pengunjungpun harus membawa kendaraan pribadinya.
Nama danau Tuadale sendiri, sebenarnya terdiri atas 5 danau yang berbeda-beda. Dengan luas totalnya yang  mencapai ± 10 ha. Danau ini dipenuhi dengan berbagai jenis ikan. Mujair, kakap, gabus, dan juga ada ikan bandeng yang menjadi komoditi utamanya. Danau Tuadale merupakan salah satu aset dari pemerintah kabupaten Kupang. Namun danau ini sudah dikelola oleh Kepala Desa Lifuleo, Bapak Yulius Tui, sejak tahun 1998 sebagai sebuah tempat penangkaran ikan.
 Ketika berada di desa Lifuleo, kami (COMPAS MAPARSTA) mengunjungi 2 dari 5 danau yang ada. Nampak mulai ada pembangunan di danau  pertama Tuadale. Mulai dari tugu, tempat bagi penjaga danau, hingga penataan taman menggunakan bunga-bunga dengan bentuk dan pola yang unik. Danau yang pertama ini telah menjadi rumah dari beberapa jenis burung. Mulai dari burung puyuh, camar, dan ada juga burung jenis bangau putih. Adapula dirumorkan bahwa terdapat buaya yang menghuni danau Tuadale ini. Marjon Tui. Salah satu anak dari kepala desa Lifuleo menegaskan bahwa memang dahulu terdapat banyak buaya di danau ini. Namun sekarang semua buaya telah melakukan pengungsian. Dan entah kemana perginya. Sunggu mencurigakan.
Dari danau pertama, perjalanan dilanjutkan ke danau berikutnya yang jaraknya hanya sekitar 200 meter. Untuk sampai ke danau ini, pengunjung harus melewati jalan yang belum diaspal dan terbentuk dari bebatuan lepas. Dengan karakter yang sangat berbeda dengan danau sebelumnya, danau kedua ini nampak lebih terisolasi. Tak ada pula taman ataupun tugu yang telah tertata dengan apik. Yang ada hanya ekosistem yang masih begitu sederhana dan tradisional. Pepohonan rindang, sampan kecil yang digunakan untuk memukat ikan, sebuah rumah kecil yang digunakan oleh si pengurus untuk beristirahat, tempat untuk membakar ikan, juga sebuah rumah tanpa dinding beralaskan lantai kasar, yang diatapi dengan daun lontar kering. Di rumah tanpa dinding inilah tempat kita melepaskan lelah.
Danau Tuadale ini sangat ramai dikala akhir pekan dan dan hari liburan. Namun ternyata sebagian besar  pengunjung hanya singgah untuk sekedar membakar ikan, yang kemudian dijadikan bekal dalam perjalanan ke obyek wisata lain di sekitar danau. Seperti pantai Tablolong, ataupun pantai Air Cina.
Danau Tuadale  sudah memiliki peluang untuk dijadikan sebuah destinasi utama wisata, dan bukan hanya sebagai atraksi dikala transit saja. Danau Tuadale sudah memiliki nama di kalangan masyarakat. Namun masalahnya adalah bahwa ternyata hanya satu dari lima danau yang ditata dengan baik. Dan sisa lainnya dibiarkan dengan kondisinya yang apa adanya. Mungkin karena selama ini, manajemen di danau Tuadale lebih mengarah kepada bisnis ikan air tawar, bukan ke dalam bidang hospitality.
Untuk diketahui, bahwa ternyata ada dua obyek wisata lain yang letaknya tidak terlalu jauh dari danau Tuadale. Pantai Tablolong di desa Tablolong, dan pantai Air Cina yang masih satu desa dengan danau Tuadale, namun berbeda dusun. Kedua pantai ini menawarkan aktivitas memancing bagi para pendatang. Karena memang keduanya merupakan jalur migrasi ikan yang menuju ke laut Sawu. Sehingga sangat ideal untuk dijadikan sebagai lahan bagi para pemancing. Bahkan sering diadakan lomba memancing di pantai Tablolong.
Tetapi danau Tuadale memiliki konsep wisata yang berbeda dengan pantai Tablolong ataupun pantai Air Cina. Danau Tuadale memang tidak memiliki jalur migrasi ikan menuju laut Sawu, ataupun pasir putih yang bersih. Tapi danau Tuadale memiliki potensi lain. Danaunya yang tenang, pepohonan rindang yang mampu membuat iklim panas Kupang terasa teduh, danau yang mampu menawarkan privasi bagi para pengunjung, serta ikan bandeng segar siap bakar seharga Rp.40.000,-/kilo. Selain itu, bagi pengunjung yang menyukai tantangan, dapat mencoba sampan yang digunakan untuk memukat dan mengelilingi danau.
Sekarang tinggal bagaimana caranya agar pengunjung mau datang dan menjadikan obyek wisata Tuadale ini sebagai destinasi utama, dan bukan tempat transit semata. Bagaimana? Bukan hanya dengan “mempercantik” danau Tuadale; tapi juga dibutuhkan promosi, infrasuktur yang memadai, serta mampu menunjang kenyamanan dan keamanan turis. Oleh sebab itu, dibutuhkan kerja sama antara kepala desa Lifuleo dengan pemerintah kabupaten Kupang.
Danau Tuadale adalah salah satu dari sekian banyak obyek wisata yang ada di Pulau Timor ini. Obyek-obyek wisata yang begitu menyenangkan untuk dikunjungi. Namun masalahnya saat ini, hampir semua kekayaan yang ada hanya masih berupa lahan mentah. Seperti danau Tuadale, permandian air panas di Oh’aem, dan masih banyak lagi.
Kami adalah COMPAS MAPARSTA. Sebuah komunitas kecil yang begitu mencintai pariwisata. Tak banyak yang dapat kami lakukan. Selain mencari lahan-lahan mentah yang ada, dan terus mempublikasikannya. Sampai jumpa di tulisan berikutnya, ketika kami lanjut bercerita tentang indahnya NTT kepada dunia.

D_D & Rintho Dj. (y)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar